Mengapa Perubahan Perilaku Organisasi Gagal Terwujud

Kegagalan Program HR dalam Mengubah Perilaku

Mengapa Perubahan Perilaku Organisasi Gagal Terwujud

Dalam banyak perusahaan, program HR dirancang dengan niat baik, training diselenggarakan, workshop diluncurkan, modul kompetensi diperbarui dan berbagai inisiatif pengembangan dilaksanakan. Namun setelah beberapa bulan, muncul pola yang sama yaitu kebiasaan kembali seperti semula, perubahan tidak terasa dan dampak bisnis hampir tidak terlihat. Situasi ini bukan hal baru. Hampir seluruh perusahaan pernah menginvestasikan waktu dan biaya pada program HR yang akhirnya tidak menghasilkan perubahan perilaku nyata. Masalahnya bukan pada training atau modul tetapi pada pemahaman yang keliru tentang bagaimana perilaku manusia berubah dalam konteks organisasi. Perubahan perilaku bukan hasil dari acara sesaat tetapi hasil dari sistem kerja yang mendukung transformasi secara konsisten.

Perusahaan Salah Paham tentang Esensi Perubahan Perilaku

Banyak organisasi menganggap bahwa perubahan perilaku terjadi begitu training selesai dilakukan. Logikanya sederhana, karyawan diberi ilmu lalu karyawan berubah. Namun dalam praktiknya proses ini tidak linear. Pelaku HR sering mengamati bahwa antusiasme peserta biasanya sangat tinggi pada hari pelatihan tetapi menurun tajam setelah kembali ke rutinitas kerja. Ini terjadi karena pengetahuan tidak otomatis mengubah perilaku. Perilaku dibentuk oleh kebiasaan, konteks kerja, insentif, tekanan lingkungan dan norma sosial.

Menurut berbagai publikasi global (tanpa angka spesifik karena belum ada data valid yang bisa digeneralisasi) hanya sebagian kecil perubahan perilaku yang bertahan tanpa adanya dukungan struktural. Artinya program HR berbasis event saja tidak cukup. Perubahan perilaku membutuhkan perubahan cara organisasi beroperasi sehari-hari. Jika sistemnya tetap sama, perilakunya pun tidak akan berubah.

Sebagai contoh fiktif, sebuah perusahaan memberi pelatihan leadership untuk tingkat supervisor. Pelatihannya berjalan baik, peserta antusias dan role play menghasilkan wawasan menarik. Namun setelah kembali bekerja, supervisor tetap tidak melakukan coaching pada timnya karena target operasional tidak memberi ruang waktu untuk itu. Training-nya berhasil tetapi perilakunya tidak berubah, bukan karena ketidakmampuan supervisor melainkan karena sistem tidak memberi tempat bagi perilaku baru untuk tumbuh.

Program HR Fokus pada Event, Bukan Perubahan

Salah satu penyebab utama kegagalan program HR adalah orientasi yang terlalu berpusat pada pelaksanaan program, bukan transformasi hasil akhirnya. Training menjadi agenda tahunan, webinar menjadi checklist dan workshop menjadi formalitas. Sementara itu, indikator keberhasilan hanya diukur melalui jumlah peserta atau tingkat kepuasan training bukan perubahan perilaku yang relevan bagi bisnis.

Kultur organisasi yang terlalu event-driven membuat HR sibuk menjalankan program tanpa memastikan kesinambungan setelahnya. Program HR akhirnya menjadi serangkaian aktivitas bukan strategi perubahan. Padahal perubahan perilaku membutuhkan penguatan berulang, coaching yang konsisten dan penyelarasan dengan proses kerja.

Dalam konteks ini, kegagalan bukan terjadi karena karyawan tidak belajar tetapi karena organisasi tidak memfasilitasi penerapan ilmu tersebut dalam pekerjaan nyata. Perubahan tidak terjadi karena “perubahan tidak didesain,” bukan karena “karyawan tidak mau berubah.”

Gap Antara Niat Manajemen dan Realitas Organisasi

Banyak perusahaan menyatakan ingin mengubah kultur, meningkatkan kolaborasi atau memperkuat kepemimpinan. Namun pada saat yang sama, struktur, mekanisme kerja dan reward system tetap berjalan seperti sebelumnya. Gap inilah yang menjadi penyebab utama mengapa perubahan sulit terjadi.

Karyawan mendapatkan pesan bahwa perubahan itu penting tetapi mereka juga melihat bahwa tidak ada penyesuaian dalam role clarity, proses komunikasi atau alur kerja harian. Akibatnya perubahan hanya menjadi slogan bukan arah baru organisasi. Ketidaksinkronan antara niat dan eksekusi menciptakan kebingungan dan menurunkan kepercayaan terhadap pesan manajemen.

Contoh fiktif: perusahaan ingin membangun budaya kolaboratif, tetapi sistem penilaian kinerja tetap mengutamakan pencapaian individual. Dalam kondisi seperti itu, karyawan akan tetap fokus pada target pribadi karena sistem memberikan insentif ke arah tersebut. Perilaku pun tetap bertahan bukan karena karyawan tidak mendukung kolaborasi tetapi karena perusahaan tidak mengubah struktur penentunya.

Behavior Change adalah Desain Organisasi, Bukan Sekadar Psikologi

Perubahan perilaku dalam konteks organisasi bukan hanya soal motivasi individu, tetapi soal bagaimana lingkungan kerja membentuk pilihan dan kebiasaan. Pelatihan hanya memberikan pengetahuan dan kesadaran, sementara perilaku baru membutuhkan tiga hal lain, kapasitas untuk mempraktikkan, insentif yang mendorong dan sistem yang mendukung.

Berbagai literatur manajemen menyatakan bahwa sebagian besar perilaku manusia dipengaruhi konteks lingkungan (walaupun belum ada angka valid yang seragam dalam semua industri). Artinya, perilaku baru hanya bisa muncul ketika lingkungan kerja berubah bersama perubahan individu.

Di sinilah HR perlu berperan sebagai arsitek sistem, bukan hanya penyelenggara aktivitas. Perubahan perilaku membutuhkan: kejelasan tujuan, penyesuaian ekspektasi kerja, proses yang memfasilitasi kebiasaan baru, dan kolaborasi dengan pemimpin yang memberikan keteladanan. Tanpa itu semua, perubahan akan berhenti pada dokumen atau pelatihan.

Untuk memastikan perubahan dapat berjalan secara konsisten, organisasi dapat menggunakan empat pilar perubahan perilaku berikut:

  1. Clarity – Tujuan dan Ekspektasi yang Jelas: Karyawan hanya bisa berubah jika mereka mengerti perilaku apa yang diharapkan, dalam konteks apa dan bagaimana perilaku itu berkontribusi pada tujuan. Ketidakjelasan membuat setiap orang menafsirkan perubahan dengan cara berbeda.
  2. Capability – Kompetensi dan Kemampuan Praktis: Training membantu aspek ini tetapi tidak cukup. Karyawan membutuhkan kesempatan mempraktikkan kemampuan baru, mendapatkan mentoring serta memperoleh umpan balik yang konkret.
  3. Motivation – Dorongan Internal dan Eksternal: Motivasi tidak muncul dari slogan. Ia muncul ketika perilaku baru dihargai, diakui dan dipersepsikan sebagai sesuatu yang bermanfaat. Sistem reward, apresiasi dan peran pemimpin sangat menentukan.
  4. Environment – Aturan, Mekanisme dan Sistem Kerja: Lingkungan kerja adalah faktor terbesar dalam perilaku. Perubahan hanya berkelanjutan jika struktur, alur kerja dan aturan mendukung kebiasaan baru. Jika tidak, perubahan akan kembali ke titik awal.

Empat pilar ini membantu perusahaan melihat perubahan tidak hanya dari sisi psikologis, tetapi dari desain organisasi secara keseluruhan.

HR Tidak Gagal namun Sistem yang Tidak Dirancang untuk Perubahanlah yang Gagal

Banyak program HR gagal bukan karena karyawannya tidak mau berubah tetapi karena perusahaan belum mengerti bagaimana perilaku manusia bekerja dalam konteks organisasi. Program HR akan terus menjadi acara tahunan yang tidak berdampak apabila sistem kerja tetap sama seperti sebelumnya.

Perubahan perilaku membutuhkan pendekatan strategis, terintegrasi dan berbasis desain organisasi. Ketika tujuan jelas, kemampuan diperkuat, motivasi diciptakan dan lingkungan mendukung, perubahan bisa bertahan dalam jangka panjang. Pada akhirnya, transformasi bukan dimulai dari pelatihan, tetapi dari keselarasan antara niat, sistem, dan kebiasaan harian yang terbentuk.

Glosarium

  1. Behavior Change (Perubahan Perilaku): Proses perubahan pola tindakan, kebiasaan, dan respons seseorang dalam konteks kerja, dipengaruhi oleh sistem, lingkungan dan psikologi.
  2. HR (Human Resources): Fungsi organisasi yang mengelola manusia dalam perusahaan, mulai dari rekrutmen, pengembangan, training hingga manajemen kinerja.
  3. Training/Pelatihan: Kegiatan pembelajaran formal untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan atau kompetensi karyawan.
  4. Workshop: Kegiatan pelatihan berbasis praktik dan diskusi untuk mengembangkan kemampuan tertentu.
  5. Modul Kompetensi: Dokumen atau standar yang menjelaskan kemampuan, perilaku dan pengetahuan yang harus dimiliki untuk suatu peran.
  6. Perubahan Perilaku Berbasis Event (Event-Based Change): Program perubahan yang hanya mengandalkan kegiatan sesaat seperti pelatihan tanpa dukungan sistem atau tindak lanjut jangka panjang.
  7. Psychological Safety: Kondisi ketika karyawan merasa aman untuk berpendapat, membuat kesalahan dan mengambil risiko tanpa takut dihukum atau direndahkan.
  8. Sistem Reward (Reward System): Aturan penghargaan formal seperti bonus, insentif dan pengakuan yang memengaruhi motivasi dan perilaku karyawan.
  9. Role Clarity (Kejelasan Peran): Tingkat pemahaman karyawan mengenai tugas, tanggung jawab dan ekspektasi pekerjaannya.
  10. Desain Organisasi (Organizational Design): Cara perusahaan mengatur struktur, mekanisme kerja, alur keputusan dan hubungan antar fungsi untuk mendukung strategi bisnis.
  11. Leadership Shadow: Pengaruh tidak langsung dari gaya, perilaku atau keputusan pemimpin yang memengaruhi kultur dan perilaku organisasi.
  12. Event-Driven Culture: Budaya perusahaan yang terlalu fokus pada penyelenggaraan kegiatan (training, webinar, workshop) tanpa memperhatikan kesinambungan perubahan.
  13. Kapasitas Praktis (Practical Capability): Kemampuan nyata untuk mempraktikkan perilaku baru dalam pekerjaan, termasuk ruang, waktu, alat dan kesempatan.
  14. Sistem Kerja (Work System): Keseluruhan aturan, proses, alur kerja, target dan mekanisme operasional yang membentuk bagaimana pekerjaan dilakukan.
  15. Clarity: Pilar pertama perubahan perilaku: kejelasan tujuan, ekspektasi dan definisi perilaku yang diharapkan.
  16. Capability: Pilar kedua – kemampuan, keterampilan dan kompetensi yang diperlukan untuk mempraktikkan perilaku baru.
  17. Motivation: Pilar ketiga – dorongan internal atau eksternal yang membuat seseorang ingin melakukan dan mempertahankan perilaku baru.
  18. Environment: Pilar keempat – seluruh faktor lingkungan kerja, struktural, fisik, sosial dan administratif yang mendukung atau menghambat perubahan.
  19. Transformasi Organisasi: Proses perubahan besar dalam cara perusahaan beroperasi, biasanya mencakup sistem, perilaku dan kultur.
  20. Disengagement: Kondisi ketika karyawan mulai lepas secara emosional dari pekerjaan, menurunnya motivasi, keterlibatan dan kontribusi.
  21. Target Operasional: Tujuan atau angka kinerja yang harus dicapai karyawan dalam pekerjaan mereka, sering memengaruhi waktu dan prioritas.
Share your love
KMMB HR
KMMB HR
Articles: 2

Newsletter Updates

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *